Kreatif Itu Lebih Berbahaya dari Bodoh

Kreatif Itu Lebih Berbahaya dari Bodoh

Di dunia hari ini, kata “kreatif” terdengar seperti pujian. Orang yang seperti ini selalu dianggap keren, lebih visioner, bahkan lebih dihargai. Sementara sebaliknya, orang yang “bodoh” biasanya jadi bahan ejekan, diremehkan, dan dipandang rendah. Tapi coba kita pikir lebih dalam, benarkah kreatif selalu lebih baik daripada bodoh?

Jawabannya, tidak selalu. Malah, dalam banyak hal, kecerdasan ini bisa jauh lebih berbahaya daripada bodoh.

Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Kalau bodoh, dampaknya biasanya terbatas. Orang bodoh mungkin cuma merugikan dirinya sendiri, salah pilih jalan hidup, salah ambil keputusan, atau gagal bersaing.

Tapi orang yang kreatif, kalau salah arah, dampaknya bisa jauh lebih luas. Sama halnya dengan senjata. Kalau dipakai dengan benar, bisa melindungi banyak orang. Tapi kalau salah dipakai, bisa melukai semua orang.

Contoh sederhananya gini, orang bodoh mungkin bisa tertipu dengan penipuan online.Tapi orang kreatif yang salah justru bisa menciptakan penipuan itu, merancang sistem, dan menjerumuskan ribuan orang.

Jadi kalau ada yang bilang, “bodoh lebih aman daripada kreatif yang salah,” sebenarnya bukan berarti bodoh itu baik. Bodoh tetap berbahaya, karena bikin kita stagnan, gampang dimanipulasi, dan gak bisa membangun perubahan. Tapi kalau dibandingkan, orang dengan karakter ini yang salah lebih berbahaya, karena dampaknya bisa menular ke orang banyak.

Seperti yang ditulis Adam Grant dalam bukunya Originals, How Non-Conformists Move the World (Grant, 2016, buku), ide-ide brilian bisa mengubah dunia. Tapi kalau ide itu diarahkan untuk keburukan, hasilnya juga bisa menghancurkan dunia.

Salah Arah, Dari Hiburan Sampai Kebijakan

dalam pandangan Exponential Generation yang ditemukan Azmi Fajri Usman, santun bukan sekadar “tahu aturan,” tapi karakter yang bikin kamu tegas

Mari kita lihat contoh nyata. Media Sosial. Banyak anak muda kreatif bikin konten. Ada yang bermanfaat, mendidik, dan menginspirasi. Tapi ada juga yang pinter bikin konten toxic, seperti prank kasar, hoaks, atau drama palsu. Apa dampaknya? Ribuan bahkan jutaan orang bisa ikut terpengaruh.

Dunia Ekonomi. Ada yang pinter bikin startup untuk membantu orang kecil. Ada juga yang menciptakan skema investasi bodong. Hasilnya? Banyak orang hancur finansial.

Politik. Kreatif dalam strategi bisa membawa perubahan besar. Tapi kalau karakter ini dipakai untuk manipulasi opini, fitnah, dan adu domba, yang hancur bukan cuma sistem, tapi masa depan bangsa.

Seperti kata Ibn Khaldun dalam Muqaddimah (kitab sejarah dan sosiologi), manusia itu dibekali akal untuk mencipta dan berinovasi, tapi akal yang disalahgunakan bisa menjerumuskan peradaban (Ibn Khaldun, 1377/2005, kitab).

Cara Yang Benar akan Menjadi Kekuatan Generasi

sinilah konsep yang ditemukan sama Azmi Fajri Usman, Exponential Generation, menekankan bahwa perubahan besar itu jalan dari karakter kuat.

Tapi jangan salah paham, ini bukan berarti kita harus berhenti jadi kreatif. Justru sebaliknya, kita harus mempunyai karakter ini, tapi dengan arah yang benar.

Dalam Islam, kreativitas itu bagian dari fitrah manusia. Allah menciptakan manusia dengan akal untuk berpikir, berinovasi, dan memecahkan masalah. Bahkan dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW pernah memuji sahabat yang menemukan cara baru dalam bertani, meski berbeda dengan tradisi sebelumnya. Artinya, Islam mendukung kreativitas yang memberi manfaat.

Pertanyaannya, bagaimana cara membedakan kreatif yang benar dan yang salah?

Kreatif yang benar, selalu memberikan manfaat, membangun, mendidik, menyelamatkan. Sedangkan yang salah, pasti menjerumuskan, menipu, merusak, atau hanya mengejar sensasi.

Exponential Generation, Generasi yang Menyelamatkan

Di era sekarang, kita memasuki fase Exponential Generation, generasi yang tumbuh dengan percepatan luar biasa. Teknologi berkembang cepat, ide baru lahir setiap hari. Dalam situasi ini, kecerdasan menemukan ilmu baru bukan lagi sekadar nilai tambah, tapi kebutuhan dasar.

Namun, di sisi lain, risiko yang salah juga semakin besar. Contohnya, ketika deepfake digunakan untuk hiburan akan jadi kreativitas yang menyenangkan. Tapi, kalau deepfake digunakan untuk fitnah akan menjadi kreativitas yang berbahaya.

Di sinilah pentingnya arah. Kreativitas yang benar bisa membawa generasi ini jadi pemimpin perubahan global. Dan yang salah bisa menjadikan generasi ini penyebab keruntuhan moral dan sosial.

Kisah Inspiratif: Kreatif yang Mengangkat

Dalam sejarah Islam, banyak ulama yang punya Kreativitas tinggi dalam menyelesaikan masalah umat. Salah satunya Imam Abu Hanifah. Beliau terkenal bukan hanya cerdas, tapi juga kreatif dalam menyusun metode istinbat hukum. Kreativitasnya melahirkan mazhab besar yang sampai sekarang jadi pegangan jutaan orang.

Bandingkan dengan orang yang kreatif menafsirkan agama untuk kepentingan pribadi. Sama-sama kreatif, tapi bedanya jauh, satu menyelamatkan umat, satu menyesatkan.

Jadi, Apa Kesimpulannya?

Bodoh merugikan diri sendiri. Tapi, kreativitas yang salah bisa merugikan dunia. Kreatif itu bukan sekadar “punya ide beda”, tapi “punya ide yang bermanfaat.”

Exponential Generation harus paham, kalau kita bukan hanya dituntut untuk jadi kreatif, tapi kreatif yang benar, yang mengangkat, bukan menjatuhkan.

Seperti yang ditulis Csikszentmihalyi dalam Creativity: Flow and the Psychology of Discovery and Invention (1996, buku psikologi), kreativitas sejati itu bukan sekadar menciptakan sesuatu yang baru, tapi sesuatu yang bernilai positif bagi manusia.

4 komentar untuk “Kreatif Itu Lebih Berbahaya dari Bodoh”

  1. Yang saya pahami :
    Bukan kreatif nya yang salah.
    Tapi bagaimana manusia nya dalam membangun kreatif yang benar.

    Sangat bermanfaat dan inspiratif terimakasih!!

  2. ternyata sangat penting menentukan arah dalam kreatrivitas kita.. dampaknya bisa merugikan orang lain.. terima kasih.. tulisan ini menambhkan insight baru untuk saya

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top