Gak Semua ‘Iya’ Itu Baik, Berhenti Jadi Orang yang Selalu Ngalah

Gak Semua ‘Iya’ Itu Baik

Kamu mungkin tumbuh dengan diajarkan untuk sopan, ramah, dan jangan bikin orang lain tersinggung. Itu bagus. Tapi kalau semua hal kamu jawab dengan kalimat “iya,” emangnya itu benar-benar baik? Atau jangan-jangan, itu justru sedang menggerogoti hidupmu pelan-pelan?

Saya ingin katakan langsung ke kamu, karena banyak anak muda hari ini terjebak dalam perangkap yang sama, yaitu terlalu “gak enakan.” Semua permintaan orang diterima, semua ajakan diikuti, semua tekanan diiyakan. Akhirnya, kamu capek sendiri, kehilangan arah, dan lupa siapa dirimu sebenarnya.

Mari kita bahas perlahan.

Ngalah Itu Baik, Tapi Kalau Kebanyakan? Bahaya.

Tidak ada yang salah dengan mengalah. Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Orang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari & Muslim).

Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya menahan ego. Tapi, beda antara menahan ego dengan mengorbankan diri.

Kalau kamu terus-terusan bilang “iya” padahal hatimu bilang “tidak,” itu bukan lagi ngalah. Itu namanya kamu sedang membiarkan dirimu dimanfaatkan. Dunia tidak akan pernah puas. Orang lain akan terbiasa menekanmu. Lama-lama, kamu kehilangan harga diri.

Dunia Senang Sama Orang yang Bisa Dimainkan

Kamu harus sadar, dunia ini penuh dengan orang yang siap mengambil keuntungan dari kelemahanmu. Kalau kamu terus jadi orang yang “gak enakan,” maka orang lain akan senang menaruh beban di pundakmu.

Psikolog Harriet B. Braiker dalam bukunya The Disease to Please (2001) menjelaskan bahwa orang yang selalu ingin menyenangkan orang lain rentan terkena stres, depresi, bahkan kehilangan identitas. Karena hidupnya bukan lagi untuk dirinya, tapi untuk ekspektasi orang lain.

Kamu mau jadi seperti itu? Hidup sekadar jadi bayangan?

Allah Tidak Meminta Kamu Jadi Boneka

Coba perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Janganlah kamu berbuat zalim, dan jangan pula kamu dizalimi.” (QS. Al-Baqarah:279).

Ayat ini jelas. Islam tidak hanya melarang kamu menzalimi orang lain, tapi juga melarang kamu membiarkan dirimu dizalimi. Kalau kamu selalu ngalah sampai hakmu diinjak-injak, itu bukan akhlak mulia. Itu bentuk kelalaian terhadap amanah yang Allah titipkan pada dirimu.

Kamu punya hak untuk berkata tidak. Kamu punya hak untuk menolak sesuatu yang tidak benar. Dan itu bukan dosa.

Belajar Bilang “Tidak” Tanpa Rasa Bersalah

Saya tahu, kamu mungkin merasa bersalah kalau menolak orang. Seakan-akan kamu jahat, egois, atau tidak peduli. Tapi itu hanyalah bisikan dunia yang menipumu.

Mengatakan “tidak” bukan berarti kamu kasar. Itu artinya kamu tahu batasanmu. Ingat, dalam Islam, menjaga diri adalah kewajiban. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya dirimu memiliki hak atasmu.” (HR. Bukhari).

Hadis ini menegaskan bahwa tubuhmu, jiwamu, dan waktumu punya hak yang harus kamu jaga. Kalau semua waktumu habis untuk orang lain, kapan kamu memenuhi hak dirimu sendiri?

Exponential Generation Harus Tegas

Kamu yang tergabung dalam Exponential Generation bukan generasi biasa. Kamu disiapkan untuk melompat lebih tinggi, lebih cepat, dan lebih besar daripada generasi sebelumnya. Tapi, kalau kamu masih sibuk mikirin “takut bikin orang lain sakit hati,” bagaimana bisa fokus pada mimpi besar?

Saya, Azmi Fajri Usman selalu menekankan bahwa generasi ini harus berani. Berani berbeda, berani menolak, berani berkata jujur. Dunia tidak butuh generasi yang hanya mengangguk. Dunia butuh generasi yang mampu berdiri tegak meski semua orang menyuruhnya tunduk.

Contoh Nyata, Dari Bisnis sampai Persahabatan

Mari kita lihat contoh.

Dalam bisnis: Kalau kamu terus bilang “iya” pada semua klien meski mereka merugikanmu, bisnis itu akan hancur. Bisnis butuh integritas, bukan sekadar keramahan palsu.

Dalam pergaulan: Kalau kamu selalu ikut ajakan teman meski itu salah, seperti nongkrong kebablasan, gaya hidup berlebihan, atau bahkan perbuatan maksiat, percaya aja hidupmu akan habis tanpa arah.

Dalam keluarga: Bahkan pada keluarga sendiri, kamu harus bisa berkata “tidak” jika permintaan itu melanggar syariat atau melampaui batas kemampuanmu. Islam mengajarkan kita untuk taat pada orang tua, tapi tidak dalam hal yang melawan Allah.

Kata Para Ahli, Orang yang Tegas Lebih Bahagia

Penelitian dari University of California (2012) menunjukkan bahwa orang yang mampu berkata “tidak” dengan tegas cenderung memiliki tingkat stres lebih rendah dan kebahagiaan lebih tinggi. Mereka tidak merasa terkekang oleh ekspektasi orang lain.

Artinya, kalau kamu terus mengiyakan segala hal, kamu sedang menciptakan neraka kecil untuk dirimu sendiri.

Hidupmu Terlalu Berharga untuk Selalu Ngalah

Saya ingin kamu benar-benar sadar, kalau hidupmu hanya sekali. Kalau setiap langkahmu ditentukan orang lain, lalu di mana ruang untuk mimpimu?

Allah memberi kita waktu, tenaga, dan kesempatan bukan untuk disia-siakan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-‘Asr:1-3).

Perhatikan, yang ditekankan bukan sekadar “ngalah,” tapi saling menasihati dalam kebenaran. Kalau kamu hanya diam dan ngalah ketika ada kesalahan, berarti kamu kehilangan fungsi sebagai manusia beriman.

Jadi, Apa yang Harus Kamu Lakukan?

Tentukan Batasan. Jangan biarkan orang lain mengatur hidupmu sesuka hati.

Belajar Menolak dengan Elegan. Kamu bisa berkata “tidak” tanpa menyakiti. Contoh: “Saya ingin bantu, tapi saat ini saya tidak bisa.”

Fokus pada Prioritas. Hidup ini singkat, jangan buang waktumu untuk hal yang tidak sesuai dengan tujuan hidupmu.

Ingat Akhirat. Dunia ini sementara. Jangan sampai kebaikan palsu di dunia membuatmu merugi di akhirat.

Terakhir

Kamu mungkin merasa ngalah itu selalu baik. Tapi kenyataannya, gak semua “iya” itu baik. Kadang, berkata “tidak” justru lebih mulia.

Berhenti jadi orang yang selalu ngalah. Berhenti jadi orang yang selalu dimanfaatkan. Kamu bukan robot. Kamu manusia dengan mimpi, hak, dan harga diri.

Ingat pesan Rasulullah SAW:

“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tanganmu. Jika tidak mampu, maka dengan lisanmu. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatimu. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

Kalau kamu selalu ngalah, kamu tidak akan pernah bisa mengubah apa pun. Maka, jadilah bagian dari Exponential Generation, generasi yang berani berkata benar meski tidak semua orang suka.

Karena pada akhirnya, dunia tidak akan menilaimu dari berapa banyak kamu berkata “iya,” tapi dari berapa kali kamu berani berdiri tegak pada kebenaran.

Literatur pendukung

Harriet B. Braiker, The Disease to Please (2001).

University of California Study on Assertiveness and Stress (2012).

Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah:279, QS. Al-‘Asr:1-3).

HR. Bukhari, HR. Muslim.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top